Blogger Tips and TricksLatest Tips And TricksBlogger Tricks

Senin, 08 Desember 2014

KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN NOTOHAMIDJOJO TENTANG PEMBINAAN KEPEMIMPINAN

Creative minority merupakan sekelompok kecil manusia yang mampu untuk mencari solusi atas berbagai kesulitan tantangan peradaban, menggerakkan dan menentukan sejarah peradaban yang kemudian akan diikuti oleh yang lain (Arnold J. Toynbee[3]). Gagasan ini ditangkap dan dibesut dengan baik oleh O. Notohamidjojo dalam lingkup pendidikan Kristen dan falsafah Jawa. Setengah abad setelah gagasan tersebut disemaikan di UKSW apakah sudah menghasilkan pemimpin mengatasi kesulitan tatangan peradaban?

Siapakah Notohamidjojo?
Terlahir dengan nama Oeripan pada tahun 1915 di Blora dari keluarga Abdullahfatah tokoh hukum agama dan pergerakan Islam. Setelah dewasa barulah digunakan nama O. Notohamidjojo, seorang pelajar otodidak yang mempunyai minat dalam banyak hal mulai dari filsafat, hukum, bahasa, budaya juga theologi. Dasar-dasar filsafat kekristenannya banyak dipengaruhi oleh aliran Dooyeweerd[4] yang olehnya dihadirkan secara kontekstual dalam besutan filsafat Jawa. Sementara itu pandangannya terkait pembinaan kepemimpinan terinspirasi oleh Toynbee seorang sejarawan Inggris.


Notohamidjojo kecil beruntung mendapatkan kesepatan belajar di tengah masa pendudukan Belanda, pada masa itu pula beliau mengenal kekristenan yang akhirnya pada usia 20 tahun memutuskan untuk menjadi seorang kristen. Ketika jaman pendudukan Jepang beliau telah menjadi seorang guru di Sala. Antara tahun 1949-1956 sambil mengajar dan memimpin asrama di Sekolah Guru Atas Kristen di Salemba Jakarta, beliau berkuliah pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat dari Universitas Indonesia. Setelah lulus Notohamidjojo menerima tawaran untuk memimpin PTPG Kristen Indonesia di Salatiga, yang kemudian menjadi Universitas Kristen Satya Wacana.

Sejak usia 21 tahun Notohamidjojo sudah menulis dalam surat-surat kabar De Locomotief dan Soerabajaasch Handelsbald tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Tulisan-tulisannya bertemakan politik dan kebudayaan, buku yang pernah di tulisnya adalah Tata Negara Indonesia, Iman Kristen dan Politik, Tanggung Jawab Gereja dan Orang Kristen di Bidang Politik, Masalah Keadilan. Selain kebiasaanya menulis, Notohamidjojo juga ikut serta dalam berbagai organisasi yaitu sebagai ketua bidang politik dalam pengurus besar PGRI. Setelah itu beliau banyak mencurahkan idealismenya melalui Parkindo.

Totalitas dan keyakinannya menjadikan Notohamidjojo mampu mendirikan dan membesarkan UKSW menjadi salah satu perguruan tinggi yang berdasarkan iman kristen di Indonesia. Pengabdian dan komitmen beliau dalam ilmu hukum mendapatkan penghargaan sebagai Doctor Honoris Causa dari Vrije Universiteit,  Amsterdam. Pengabdiannya di UKSW sejak didirikan sampai jabatan tersebut dilepaskan dengan keinginan beliau sendiri, genap 17 tahun. Hal ini disebabkan karena kondisi fisik beliau yang menurun sampai tutup usia di tahun 1985.

Pemimpin dan Pembinaan Kepemimpinan Menurut Notohamidjojo

Kepemimpinan adalah perubahan antara pemimpin dan golongan penganut berdasarkan pilihan bebas (bukan berdasarkan paksaan, atau dorongan naluri buta) dan kebutuhan pribadi yang terangi akal. Semua ini merupakan perhubungan berdasarkan pertimbangan sadar antara penganut terhadap kepribadian dan pemimpin dan perhubungan antara pemimpin terhadap kepribadian penganut. Dalam suatu kepemimpinan tercakup beberapa unsur-unsur konseptual seperti maksud dan tujuan pemimpin, dan bagaimana sikap pemimpin terhadap penganut (pribadinya) dalam merealisasikan maksud dan tujuan pemimpin atau organisasi tersebut.

Terdapat  sepuluh hal yang merupakan kewajiban seorang pemimpin. Kesepuluh berikut ini menurut saya merupakan refleksi theologis Notohamidjojo terkait dengan pembinaan kepemimpinan.
  1. Kasih sebagai dasar dalam berelasi.  Dengan Kasih pemimpin akan memperlakukan anggotanya sebagai subyek bukan obyek.
  2. Pengabdian, merupakan Kesediaan untuk melayani.
  3. Memiliki pesan, artinya memiliki misi dan mampu mengkomunikasikan misinya ke anggotanya.
  4. Memiliki visi dan insight, artinya berpandangan jauh kedepan mampu menguasai ruang gerak untuk merealisasikan tujuan.
  5. Berkeyakinan kuat dan percaya diri.
  6. Tahan uji, sabar, memiliki semangat yang tak kunjung padam dalam merealisasikan tujuan.
  7. Kesediaan bekerja keras, sehingga para anggota bekerja keras pula.
  8. Sadar kewajiban dan memiliki disiplin diri.
  9. Berkeahlian dan berwibawa karena jujur dan bersedia melayani.
  10. Bertanggung jawab, membela kebenaran, mampu mengambil keputusan yang bijaksana, berjiwa bebas, berani melawan bahaya.
Lebih lanjut, penggabungan antara falsafah Jawa dengan konsep creative minority-nya Toynbee setelah ditajamkan oleh Notohamidjojo dinyatakan sebagai lima fungsi seorang pemimpin, yaitu :
  1. Pembawa gagasan tentang rumusan jalan keluar terhadap tantangan masyarakat dan budaya, serta mampu merealisasikannya dalam aksi yang menunjukan prestasi.
  2. Sadar terhadap tendensi perubahan dalam masyarakat, sehingga dapat mencegah perkembangan yang tidak diinginkan.
  3. Berperan dalam menyiapkan dan mewujudkan perubahan, asalkan sadar akan dasar dan arah perkembangan, serta ahli, jujur dan bijaksana.
  4. Berkat superioritas jiwa dan roh dan kekuatan keyakinannya mampu memberi bimbingan kepada massa yang pasif sehingga menjadi penganut yang aktif dalam proses perkembangan (pembangunan).
  5. Tut wuri handayani, mengikuti anggota sebagai subyek dan mengembangkan tanggung jawab mereka, serta memberi pengaruh untuk berkembang dan meningkat.
Pemimpin tidak lahir dengan sendirinya, namun ada wadah pembinaan pemimpin yang akan membinanya. Pembinaan pemimpin tersebut melalui pergumulan terus-menerus dengan berbagai masalah diperguruan tinggi, gerakan kemahasiswaan dan dimana saja. Lebih lanjut, perguruan tinggi berfungsi sebagai pencipta lingkungan persekutuan yang bersifat ilmiah (universitas scientiarum), yang terdiri dari ahli dan calon ilmuwan dalam relasi pembentukan pemimpin yang ilmiah (universitas magistrum et scholarium), namun yang tidak memisahkan diri dari masyarakat yang akan dilayani, justru karena proses pembentukan pemimpin dilakukan dengan berorientasi kepada pembentukan ahli yang melayani masyarakat.

Terdapat  dua faktor pendukung dalam pembinaan pemimpin menurut Notohamidjojo. Pertama, Keunggulan pribadi si pemimpin, seperti superioritas jiwa dan roh, kekuatan keyakinan, percaya diri, tahan uji, ahli dan sebagainya. Kedua, Keteladanan moral pribadi, seperti jujur, bijaksana, sabar dan sebagainya.Konsep kepemimpinan menurut Notohamidjojo mencerminkan pengutamaan asas hak-hak pribadi, baik hak-hak pribadi si pemimpin maupun anggotanya, dengan demikian sikap saling menghormati perlu dijunjung tinggi. Berdasarkan asas tersebut, relasi antara pemimpin dan anggotanya harus lebih bersifat mengembangkan pihak anggota.

Terkait bidang politik, seorang pemimpin mempunyai tanggungjawab:

  1. Menggunakan kebudayaan, iptek, ekonomi, politik, sosial dan sebagainya untuk melayani kesejahteraan hidup.
  2. Mengupayakan sikap tepat antara manusia terhadap Tuhan, sesama, alam dan pengaruh-pengaruh budaya eksternal.
  3. Memberikan redireksi, sanktifikasi, pengembangan budaya nasional demi kemajuan yang memuliakan Tuhan.
  4. Mengisi dan mendasarkan upaya-upaya tersebut pada ruang atau peluang yang ditawarkan oleh Pancasila.
  5. Berbuat secara bijaksana.
Secara ringkas konsep pembinaan kepemimpinan menurut Notohamidjojo dibungkus dalam istilah creative minority. Konsep tersebut merupakan penajaman gagasan Toynbee yang tentunya menjadi lebih kontekstual secara geografis.

Sumber: Kepemimpinan

0 komentar:

Posting Komentar

    Pengunjung Ke

    Kritik dan Saran dari anda adalah Suatu Penghargaan bagi kami, tanpa kritik dan saran dari pembaca kami tidak akan menjadi sebaik ini...... Terimakasih (Admin: Humas Polres Banjar)